catatan kecil

September 8, 2009

Ketuban Pecah Dini

Filed under: med papers,ObGyn — ningrum @ 1:56 pm

PENDAHULUAN

Pada umumnya ketuban akan pecah saat inpartu, menjelang pembukaan lengkap, yang selanjutnya diikuti oleh tekanan langsung pada pleksus Frankenhausen, sehingga parturien akan mengejan secara reflex.

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya tanpa disertai tanda inpartu dan setelah satu jam tetap tidak diikuti dengan proses inpartu sebagaimana mestinya. Sebagian besar pecahnya ketuban secara dini terjadi sekitar usia kehamilan 37 minggu.1

Pengelolaan ketuban pecah dini merupakan masalah yang masih kontroversial dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan baku masih belum ada, selalu berubah. KPD seringkali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif.5

DEFINISI

Ada bermacam-macam batasan, teori dan definisi mengenai KPD. Beberapa penulis mendefinisikan KPD yaitu apabila ketuban pecah spontan dan tidak diikuti tanda-tanda persalinan, ada teori yang menghitung beberapa jam sebelum inpartu, misalnya 1 jam atau 6 jam sebelum inpartu. Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan servik pada kala I, misalnya ketuban pecah sebelum pembukaan servik pada primigravida 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm.3,5

Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya membran korioamnion sebelum inpartu. Periode laten adalah jarak antara pecahnya ketuban dan inpartu. Tidak ada kesepakatan tentang lamanya jarak antara pecahnya ketuban dan inpartu yang dibutuhkan untuk mendiagnosa KPD. Rentang waktu yang telah diajukan dalam laporan yang berbeda-beda, berkisar antara 1 – 12 jam. Beberapa penulis menyarankan istilah “KPD lama” untuk menjelaskan periode laten yang lebih dari 24 jam, namun jarang digunakan. Akibat dari KPD tergantung kepada usia kehamilan. Karenanya, kondisi tersebut diklasifikasikan kepada “KPD preterm” atau “KPD aterm”, tergantung apakah munculnya sebelum atau sesudah masa kehamilan 37 minggu.4

EPIDEMIOLOGI

Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil yang bervariasi. Insidensi KPD berkisar antara 8 – 10 % dari semua kehamilan. Hal yang menguntungkan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur.

KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS.1,3,5

FISIOLOGI AIR KETUBAN2,4

  • Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan adalah 1000 – 1500 cc
  • Ciri-ciri kimiawi

Air ketuban berwarna putih kekeruhan, berbau khas amis, dan berasa manis, reaksinya agak alkalis atau netral, berat jenis 1,008. Komposisinya terdiri atas 98 % air, sisanya albumin, urea, asam urik, kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo, verniks kaseosa dan garam anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6 gr % per liter terutama sebagai albumin.

Dijumpai lecitin spingomyelin dalam air ketuban amat berguna untuk mengetahui apakah janin sudah mempunyai paru-paru yang matang. Sebab peningkatan kadar lecitin pertanda bahwa permukaan paru-paru diliputi zat surfaktan. Ini merupakan syarat bagi paru-paru untuk berkembang dan bernapas. Bila persalinan berjalan lama atau ada gawat janin atau pada letak sungsang akan kita jumpai warna ketuban keruh kehijau-hijauan, karena telah bercampur dengan mekonium.

gbr 1

  • Fungsi Air Ketuban
  1. Untuk proteksi janin.
  2. Untuk mencegah perlengketan janin dengan amnion.
  3. Agar janin dapat bergerak dengan bebas.
  4. Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu.
  5. Mungkin untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara ditelan atau diminum yang kemudian dikeluarkan melalui kencing janin.
  6. Meratakan tekanan intra – uterin dan membersihkan jalan lahir bila ketuban pecah.
  7. Peredaran air ketuban dengan darah cukup lancar dan perputarannya cepat, kira-kira 350-500 cc.
  • Asal Air Ketuban
  1. Kencing janin (fetal urin)
  2. Transudasi dari darah ibu
  3. Sekresi dari epitel amnion
  4. Asal campuran (mixed origin)
  • Cara mengenali air ketuban
  • Dengan lakmus
  • Makroskopis
      • Bau amis, adanya lanugo dan verniks kaseosa
      • Bercampur mekonium
  • Mikroskopis
      • Lanugo dan rambut
  • Laboratorium

ETIOLOGI

Faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah:

  • Infeksi
    Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
  • Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).
  • Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD.
  • Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
  • Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
  • Keadaan sosial ekonomi.

PATOGENESIS2,4

Taylor dkk. telah menyelidiki hal ini, ternyata ada hubungannya dengan hal-hal berikut :

  • Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama. Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis- sistitis, servisitis dan vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.
    • Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)
    • Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
    • Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah: multipara, malposisi, disproporsi, cerviks inkompeten dan lain-lain.
    • Ketuban pecah dini artifisial (amniotomi), dimana ketuban dipecahkan terlalu dini.

Kadang-kadang agak sulit atau meragukan kita apakah ketuban sudah benar pecah atau belum, apalagi bila pembukaan kanalis servikalis belum ada atau kecil. Cara menentukannya adalah dengan :

  1. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium, verniks kaseosa, rambut lanugo, atau bila telah terinfeksi jadi berbau.
  2. Inspekulo: lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis dan apakah ada bagian yang sudah pecah.
  3. Gunakan kertas lakmus (litmus) : Bila menjadi biru (basa) → air ketuban. Bila menjadi merah (asam) → air kemih (urin)
  4. Pemeriksaan pH forniks posterior pada PROM → pH adalah basa (air ketuban).
  5. Pemeriksaan histopatologi air ketuban.
  6. Aborization dan sitologi air ketuban

PROM berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode laten = LP = lag period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang LP nya. Sedangkan lamanya persalinan lebih pendek dari biasa, yaitu pada primi 10 jam dan multi 6 jam.

Faktor risiko ketuban pecah dini / persalinan preterm :

  1. Kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
  2. Riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 – 4x
  3. Tindakan sanggama : TIDAK berpengaruh kepada risiko, KECUALI jika higiene buruk, predisposisi terhadap infeksi
  4. Perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester kedua/ketiga (20x)
  5. Bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%)
  6. pH vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%)
  7. Servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%)
  8. Flora vagina abnormal : risiko 2-3x
  9. Fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)

Kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm (4,5,6,7)

DIAGNOSA1,3,5

Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :

  • Anamnesa

Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna keluarnya cairan tersebut, his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.

  • Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.

  • Pemeriksaan dengan spekulum.

Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, mengejan atau mengadakan manuver valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.

  • Pemeriksaan dalam

Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sesedikit mungkin.

  • Pemeriksaan Penunjang
  • Pemeriksaan laboratorium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.

ü Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.

ü Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.

  • Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.

Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.

PENATALAKSANAAN1,3,5

Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.

Penatalaksaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan, selama ada beberapa masalah yang masih belum terjawab. Kasus KPD yang cukup bulan, kalaupun segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan jika menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.

Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya periode laten.

Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.

A. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)

Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent = LP = “lag” period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang LP-nya.

Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.

Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatannya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakkan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.

Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.

Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan yang berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin berkepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan memperhatikan Bishop score, jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya jika < 5, dilakukan pematangan serviks, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.

B. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)

Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaannya bersifat konservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis.

Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga bertujuan menunda proses persalinan.

Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan.

Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi: gawat janin sampai matinya janin, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.

Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedah sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tindakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll.

Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabkan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatakan pengelolaan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.

Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leukosit darah tepi setiap hari, pemeriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya setiap 6 jam.

Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sediaan terdiri atas Betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau Dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.

KOMPLIKASI 5

  1. Infeksi intrauterin
  2. Tali pusat menumbung
  3. Prematuritas
  4. Distosia (partus kering)

referensi

  1. Manuaba, I.B.G dr. Prof.; Pengantar Kuliah Obstetri : “Ketuban Pecah Dini”; Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 200?; hal 456-460.
  2. Mochtar R. ; Sinopsis Obstetri Edisi I : “Ketuban Pecah Dini”, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1998 : hal 285 – 287.
  3. DeCherney, AH. MD et al; LANGE Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology 10th edition : “Premature Rupture of Membranes”; McGraw-Hill 2007; 279 – 281.
  4. Reece, E.A MD at al; Clinical Obstetric The Fetus & Mother 3rd edition : “Prelabor rupture of the mambranes”; Blackwell Publishing 2007; 1130 – 1173.
  5. Admin; Medicine and Linux (Kedokteran dan Linux) : Ketuban Pecah Dini; http//medlinux.blogspot.com/200711/Ketuban-pecah-dini.html

15 Comments »

  1. Assalamu’alaykum. Terimakasih, bagus. Daftar pustakanya ko tidak disertakan juga? Bisa tolong dikirim pada email saya? Saya sedang garap lapsus tentang prom. ^_^

    Comment by Aisy — February 20, 2010 @ 6:39 am | Reply

    • wa’alaykumussalam Aisy 🙂
      insya Allah segera dikirim ke email-nya ya.. ditunggu saja 🙂

      Comment by ningrum — February 20, 2010 @ 4:49 pm | Reply

  2. Assalamualaikum…
    Mba Aq mau juga donk daftar pstakanya…

    Comment by Nazma — March 5, 2010 @ 9:34 am | Reply

    • wa’alaikumussalam.. iya insya Allah 🙂

      Comment by ningrum — March 5, 2010 @ 11:02 pm | Reply

  3. mba aq jg minta donk daftar pustakanya bwt keperluan skripsi..hihi

    Comment by chris — March 24, 2010 @ 2:12 am | Reply

    • boleh 🙂

      Comment by ningrum — March 25, 2010 @ 2:01 pm | Reply

  4. mba saya mw tanya klw bahasan mengenai hubungan anemia dengan kpd itu dasar teoriny saya bisa baca dimana y saya cari nggk ketemu2 hampir putus asa….tolong y mba…

    Comment by chris — March 25, 2010 @ 7:35 pm | Reply

    • wah chris, saya juga kurang tau.. saya berharap bisa membantu, tapi sedang dilanda kesibukan lain..
      nanti kalau sambil browsing ketemu saya kabari ya 🙂

      Comment by ningrum — March 26, 2010 @ 7:17 am | Reply

  5. mba, knpa daftar pustakanya gx d publish aja..
    biar semua nya tau referensinya…
    mksh…
    d tunggu dftr pstakanya,,
    😀

    Comment by citra — April 11, 2010 @ 12:49 pm | Reply

    • iya, insya Allah akan segera dipublish.. tunggu ya 🙂

      Comment by ningrum — April 13, 2010 @ 7:45 am | Reply

  6. tolong kirim dftar pustaka na y,soal na bagus ne buat referensi kti saya..
    🙂

    Comment by ezie — April 14, 2010 @ 4:31 pm | Reply

    • check ur mail 😉

      Comment by ningrum — April 22, 2010 @ 6:48 am | Reply

  7. Mba, bisa minta daftar pustaka nya gak? Buat referensi skripsian. Makasih mba 🙂

    Comment by Pramitha — June 4, 2014 @ 6:29 pm | Reply

  8. Kk saya mau nanya kenapa semakin meningkatnya usia ibu. Maka ibu itu beresiko emboli air ketuban??

    Comment by Popy veronica — April 28, 2016 @ 3:14 pm | Reply

  9. Mbak bisa jelaskan kepada saya,, apa sih perbedaan ketuban pecah dini 24 jam?
    Ada nggak sih buku yg atau artikel yg khusus bahas tentang itu?

    Comment by winda indriyani — March 17, 2017 @ 10:44 pm | Reply


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Blog at WordPress.com.